30 Agustus 2007

Malaysia, Ada Apa Dengan Tetangga Kita itu?

Tetangga yang dekat jauh lebih berharga daripada saudara yang jauh. Tetapi 'tetangga dekat' tidak selalu lebih baik daripada saudara yang jauh. Tetangga yang dekat berarti tetangga yang benar-benar dekat baik secara fisik maupun secara emosi. Akan tetapi tetangga dekat tidak selalu menjadikan kita merasa dekat secara emosional, apalagi di saat egoisme menjadi suatu yang dominan dalam kehidupan global seperti sekarang.
Ungkapan di atas mungkin bisa menjadi refleksi bagi kita sebagai individu dan bangsa kita sebagai suatu komunitas di dunia internasional. Seringkali negara tetangga dekat kita menjadi tetangga yang tidak dekat dengan bangsa kita. Beberapa kali darah kita mendidih sebagai anak bangsa karena ulah negara tetangga kita.
Salah satu negara yang akhir-akhir ini paling sering membuat harga diri kita terusik adalah tetangga dekat kita yang serumpun, Malaysia. Berulangkali kita harus bersitegang akibat ulah tetangga kita itu.
Mulai dari lepasnya Pulau Sepadan dan Ligitan ke tangan Malaysia. Kita dengan mudah dikangkangi oleh Malaysia dalam penguasaan pulau tersebut hanya dengan bukti pengelolaan pulau terlebih dulu.
Warga Negara Malaysia juga telah menjadi penjarah utama hutan-hutan kita di Kalimantan.Cukong-cukong kayu dari Malaysia telah memperdayai kita melalui warga miskin di sekitar hutan untuk membalak hutan secara ilegal yang kemudian hasilnya dapat dibawa secara mudah ke wilayah Malaysia akibat bobroknya sistem pengamanan dan peradilan di negara kita. Akibat penjarahan dan perusakan hutan yang berlangsung bertahun-tahun ini bukan hanya merugikan kita secara finansial, tetapi juga mengakibatkan berbagai bencana alam dan bencana sosial mulai dari banjir bandang, tanah longsor, dan terancam punahnya beberapa satwa langka penghuni hutan Kalimantan. Efek domino lain adalah dunia internasional menghujat negara Indonesia sebagai perusak hutan tercepat di dunia. Di lain pihak, negara Malaysia mengambil keuntungan yang sangat besar dari degradasi hutan kita. Industri pengolahan kayu tumbuh subur di wilayah Malaysia, dan saat ini Malaysia merupakan negara pengekspor kayu olahan terbesar di dunia dan hutan Malaysia tetap lestari karena tak terjamah. Sedangkan di negara kita ribuan industri kayu kelas menengah ke bawah gulung tikar akibat sulitnya mendapat bahan bakunya setelah pemerintah memperketat peredaran kayu gelondongan di dalam negeri, dan bencana alam pun terus mengakrabi negeri kita. Asal tahu saja bahwa maraknya idustri kayu di Malaysia bukan hanya bahan bakunya yang berasal dari Indonesia, tetapi tenaga kerja buruhnya juga didominasi oleh TKI kita.
Kita juga masih ingat dengan kasus Nirmala dan Ceriyati. Kedua perempuan ini adalah korban dari kebiadaban majikannya di Malaysia. Dua orang TKW ini awalnya hanya ingin memperbaiki kehidupan ekonomi keluarganya yang mungkin mereka pikir tidak dapat disediakan di negerinya sendiri sehingga harus berjudi dengan nasib menjadi PRT di negara tetangga. Nasib baik belum berpihak pada mereka, bukan perbaikan ekonomi keluarga yang didapat, namun siksaan dan penganiayaan dari majikan yang tak berperikemanusiaan yang harus diterima. Nirmala dan Ceriyati hanya 2 cerita dari sekian banyak cerita memilukan tentang penderitaan TKI/TKW kita di Malaysia, baik yang terekspos di media massa maupun yang tidak sempat diketahui oleh masyarakat umum. Bahkan tidak sedikit TKI/TKW yang harus meninggal secara tidak wajar di wilayah negara Malaysia seperti nasib Kurniwati. Ironisnya hampir semua kasus penganiayaan terhadap TKI/TKW tersebut tidak ditindaklanjuti secara adil oleh pengadilan Malaysia, para majikan yang biadab tersebut masih bebas hidup berkeliaran tanpa harus dipenjara. Sedangkan bila seorang WNI tertangkap atau tersangka melakukan tindak kejahatan di Malaysia, maka dengan jelas akan diperlakukan sebagai pesakitan mulai dari hukuman penjara, hukuman cambuk, hingga hukuman mati.
Meskipun banyak cerita memilukan dari TKI/TKW kita di Malaysia, namun tetap saja setiap tahun ribuan TKI/TKW diberangkatkan ke Malaysia, baik yang resmi maupun yang ilegal. Pemerintah dan masyarakat selalu terjebak pada pemikiran sempit bahwa TKI/TKW adalah sumber devisa yang membangun negeri. Padahal nilai uang yang dihasilkan oleh TKI/TKW tersebu tidak sebanding dengan jumlah yang mereka belanjakan di wilayah negara Malaysia sendiri. Dengan kata lain devisa atau uang yang dikirim TKI/TKW ke negeri kita sangat jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah uang yang dibelanjakan TKI/TKW di negara Malaysia baik dalam bentuk belanja konsumsi maupun pajak yang jumlah totalnya lebih dari 32 Triliun per tahun.
Jika kita jeli melihat, sangat sulit mendapatkan contoh kisah sukses dari para perantau di Malaysia yang berhasil membangun ekonomi keluarganya. Yang ada malah banyak perantau itu yang tidak pernah bisa mengirim uang kepada keluarganya, bahkan hilang berita keberadaannya di Malaysia. Namun ternyata rasa putus asa terhadap negeri sendiri dan iming-iming persuasi dari para calo TKI jauh lebih memikat para calon TKI/TKW daripada pilunya cerita perantau dari Malaysia.
Pemerintah Indonesia seakan tidak pernah belajar dari pengalaman yang ada, selalu terlambat menyadari kondisi yang ada. Jika Malaysia bisa membangun negerinya dengan bermodalkan bahan baku dan tenaga kerja dari Indonesia, kenapa pemerintah tidak bisa menyediakan lapangan kerja yang sama di negeri sendiri..? bukankah negara kita memiliki sumber daya alam yang besar, sumberdaya manusia melimpah ruah, pemikir-pemikir hebat, dan banyak anak muda brilian di negeri ini. Namun sayang semuanya tidak diberikan kesempatan yang sesuai di negeri ini. Pejabat pemerintah kita serta para wakil rakyat, terutama yang ada di daerah lebih sibuk dengan urusan politik dan menggunakan kesempatan yang ada untuk memperkaya diri dan keluarganya.
Berbagai cerita di atas bukan hanya membuktikan bahwa sebenarnya bangsa kita sedang dibodohi oleh tetangga kita. Bukan hanya stigma bangsa yang bodoh, tetangga kita Malaysia seakan telah menganggap bangsa kita sebagai bangsa kelas 2 yang bisa diperlakukan seenaknya.
Hari Minggu, 26 Agustus 2007. Donald Pieter seorang wasit resmi di kejuaran Karate Internasional di Malaysia yang berasal dari Indonesia  dihajar dan dianiaya oleh 4 oknum Polisi Diraja Malaysia tanpa alasan yang jelas. Meskipun ke-4 oknum tersebut mengetahui bahwa korbannya adalah seorang wasit resmi yang menjadi duta bangsa Indonesia, namun penganiayaan tetap dilanjutkan. Mungkin mereka berpikir Bpk Donald Pieter itu sama dengan para TKI/TKW yang bisa diperlakukan seenaknya tanpa bereaksi apa-apa. Sekali lagi, tetangga kita telah mengusik emosi kita secara terang-terangan.
Malaysia dulu berbeda dengan Malaysia sekarang. Tetangga kita itu telah berubah. Jika dulu Malaysia berguru dan menimba ilmu dari para dosen dan profesor kita, saat ini mereka telah menjadi lebih pintar dari kita, kipintaran itu telah membuat mereka juga lebih kaya dari kita. Dan kedua perubahan itu juga telah ikut merubah kepribadian dan sikap mereka.
Ibaratnya jika dulu tetangga kita masih lugu dan polos dengan kepribadian yang sederhana dan semangat persaudaraaan yang tinggi, namun saat ini telah berubah menjadi tetangga yang lebih pintar dan kaya. Layaknya OKB (orang kaya baru) Malaysia kini menjadi bangsa yang angkuh, sombong, acuh...dan agak biadab.
... oh Siti.. oh Datuk... kok loe pade belagu sih?

5 komentar:

Dee mengatakan...

...Truly sakit jiwa!!jadi ingat cerita seorang teman yang pernah study disana,bagaimana perlakuan polisi bagi orang indon ( sinonim sarkatisme bagi WNI disana ) padahal sudah membawa potocopy passport dan keterangan mahasiswa.hufhh..

Anonim mengatakan...

perlu memeriksa:)

Anonim mengatakan...

Putting together the bestial with two backs casinos? iniquity this untested [url=http://www.realcazinoz.com]casino[/url] advisor and personate evasively online casino games like slots, blackjack, roulette, baccarat and more at www.realcazinoz.com .
you can also hold up our real [url=http://freecasinogames2010.webs.com]casino[/url] keep at http://freecasinogames2010.webs.com and pick up dutiful tangled conceive of the sphere !
another swaggerer [url=http://www.ttittancasino.com]casino spiele[/url] within an eyelash of is www.ttittancasino.com , because german gamblers, snatch home unrestrained online casino bonus.

Anonim mengatakan...

top [url=http://www.001casino.com/]casino[/url] coincide the latest [url=http://www.realcazinoz.com/]realcazinoz.com[/url] autonomous no deposit bonus at the leading [url=http://www.baywatchcasino.com/]baywatchcasino.com
[/url].

Anonim mengatakan...

[url=http://www.onlinecasinos.gd]casino[/url], also known as accepted casinos or Internet casinos, are online versions of acknowledged ("buddy and mortar") casinos. Online casinos allocate gamblers to ‚lite up and wager on casino games unqualifiedly the Internet.
Online casinos habitually forth odds and payback percentages that are comparable to land-based casinos. Some online casinos argue on higher payback percentages in the ease of breach motor games, and some state upon known payout congruity audits on their websites. Assuming that the online casino is using an aptly programmed unspecific opera house troupe generator, catalogue games like blackjack constraint an established congress edge. The payout cut as a replacement pro these games are established gone and forgotten the rules of the game.
Assorted online casinos hire out of the closet or apprehension their software from companies like Microgaming, Realtime Gaming, Playtech, Supranational Artfulness Technology and CryptoLogic Inc.